Keramat Mbah Moen di Singgahan Tuban
Oleh: Bahroin Budiya, S.Pd.I, M.Pd.I*
Keramat merupakan asal kata dari karomah yang berarti kemuliaan..Kata ini berasal dari bahasa arab. Sedangkan penyematan kata-kata ini banyak ditujukan kepada para ulama yang memiliki maqam (kedudukan) yang mulia di mata Allah. Tidak semua ulama mendapat kedudukan yang tinggi. Orang yang diberikan Kemuliaan biasanya perilakunya tidak sama di mata manusia maupun Tuhan..orang-orang yang diberi kemuliaan oleh Allah biasanya jauh dari sifat takabur dan sum’ah, mereka bahkan gelisah bila karomahnya diperlihatkan di depan publik, mereka justru takut bila karomah itu membuat mereka ujub
Saat kita mendengar sosok yang sangat karismatik KH Maimoen Zubair, Pengasuh pondok pesantren Al-Anwar sarang jawa tengah yang sangat disegani oleh warga nahdhiyyin dan yang lainnya, banyak dari ulama nusantara khususnya di tanah jawa, mereka murid dari mbah Moen sendiri, seperti di kota tuban bahwa penulis memiliki guru-guru spiritual baik di madrasah diniyah dan di pesantren kebanyakan pernah mengaji dan berguru di sana.
Penulis sangat mengagumi dan mengidolakan mbah moen karena seperti yang kita tahu beliau adalah salah satu ulama besar dan ulama sepuh yang memiliki keilmuan agama yang sangat tinggi, tidak hanya di bidang ilmu agama saja, beliau adalah seorang yang zahid (ahli zuhud) dalam pandangan para santri dan masyarakat yang mengenalnya, beliau selalu datang jika masyarakat membutuhkan bantuan khusunya dalam berdakwah di acara-acara yang diselenggarakan oleh lembaga islam dan lain sebagainya.
Di desa lajolor (lengkong) kecamatan singgahan Tuban Jawa timur, tepat pada tahun 1968 M beliau diundang sebagai penceramah di dalam acara pernikahan Bapak KH. Muchlas Suyuthi dan Ibu Nyai Lilik Choiriyah dan beliau hadir, Bapak Muchlas merupakan santri mbah moen yang pernah mengenyam di pondok al-anwar selama 12 tahun, yang pada waktu itu mbah Zubair romo dari mbah moen masih hidup. Saat terjadi perbincangan dengan mempelai berdua, beliau menanyakan nama lengkap dari mempelai putri “jenengem sopo nduk?” (namamu siapa nak) Tanya mbah moen, “LiLik Choiriyyah” jawab mempelai putri, lalu mbah moen membalas dengan bercanda, “lapo kok ono Lilik e jenengmu, ra usah! choiriiyah wae” (mengapa kok ada lilik nya namamu, tidak usah! Choiriyyah saja) semua hadirin tertawa, beginilah cara mbah moen berinteraksi dan berkomunikasi yang terkadang ada sisi humor yang selalu diingat masyarakat.
Mbah moen hadir dari sarang rembang ke singgahan beliau naik kereta sendiri dan tidak ingin diantar oleh para santrinya, seusai mbah moen menyampaikan ceramah kepada para mempelai berdua dan tamu undangan yang hadir, di sinilah keramat mbah moen muncul, tidak seorangpun tahu bahwa mbah moen pulang, padahal di sana banyak tamu dan penerima tamu, anehnya dalam waktu singkat beberapa menit ada seorang santri mendapati mbah moen berjalan sendiri menuju ke Senori (salah satu kecamatan di tuban yang tempatnya kurang lebih berjarak 19 km dari lokasi desa lajo singgahan), Subhanallah dari jarak belasan kilo meter hanya dilampaui oleh sang maha guru mbah maimoen zubair dalam waktu singkat, beliau tidak ingin merepotkan siapapun. Semoga kita bisa meneladani akhlak beliau dan mampu melanjutkan perjuangannya dengan ijtihad dan izin Allah, Amin…
*Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang
Sumber: KH. Muchlas Suyuti (beliau adalah ayah dari penulis sendiri)